ID. 034-25022018-191704-026-04
Mendapatkan amanah mengelola jurnal, tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Mulai dari meraba-raba apa saja ilmu dan keterampilan yang dibutuhkan pengelola jurnal, permintaan pribadi dari author dengan merayu (menyogok) menawarkan me- masukkan nama saya di artikelnya yang penting segera diterbitkan karena untuk kepangkatan sampai harus berhadapan dengan tuntutan pejabat universitas yang, maaf, hanya bisa menuntut tetapi tidak memberikan solusi/ fasilitas agar tuntutan tersebut tercapai. Namun dibalik cerita duka, tetap lebih banyak cerita keajaiban maupun canda tawa dengan teman/ kolega yang senasib sepenanggungan.
Saat masih kuliah, belum pernah bersentuhan dengan dunia per- jurnalan. Semua ini bermula saat bekerja di salah satu universitas negeri di bawah Kementrian Agama pada tahun 2013. Disini, saya mendapatkan banyak ilmu tentang perjunalan dan teman senasib yang sangat humanis dan setia kawan. Mulai dari pihak universitas mendatangkan pendamping dari lembaga dan universitas terpercaya, dikirim dan diminta menjadi asisten pendamping saat workshop pengelolaan jurnal beberapa hari di Indonesia Timur seingat saya pada tahun 2014, hingga jurnal kami terindeks DOAJ dan menuju terindeks Scopus.
Namun Tuhan mempunyai skenario lain yang lebih baik, pada tahun 2015 saya pindah homebase ke universitas negeri tetangga di bawah Kemenristekdikti. Di sana ternyata lebih parah, maaf, kondisi jurnalnya. Mulai dari ‘hutang’ belum publish 2 volume, tiap volume 2 nomor, tiap nomor sekitar 10-12 artikel; tidak ada tenaga khusus yang membantu secara teknis pengelolaan jurnal, hingga pernah berdebat dengan pejabat fakultas karena minimalnya dukungan fasilitas terkait jurnal, tetapi menuntut harus segera terakreditasi nasional.
Di sini, yang mengelola semua proses regulasi artikel jurnal mulai dari author submit artikel sampai artikel tersebut publish adalah dosen, tidak ada tenaga khusus yang menangani jurnal. Padahal sebagai dosen, sangat banyak kewajiban Tri Darma Perguruan Tinggi. Terlebih, di sini, dalam 1 semester, saya mendapat kewajiban mengajar bisa sampai 40 jam per minggu karena komposisi bidang keahlian dosen yang tidak seimbang. Selain itu, saya juga diberi amanah untuk menjadi koordinator pembina olimpiade di jurusan, tim e-learning fakultas, menangani 2 web international conference, dan 2 web jurusan, dan 2 web jurnal elektronik, tim akreditasi program studi, tim AUN-QA, dll. Terbayangkan bukan? Bagaimana saya mengelola jurnal?
Dengan tertatih-tatih, berbekal sedikit ilmu/ketrampilan jurnal yang saya punya dan sejumlah kuota internet dari dana pribadi, saya mulai memperbaiki web jurnal di jurusan agar sesuai standar akreditasi. Saat anak dan istri telah tertidur lelap tengah malam, itulah saat yang tepat bagi saya untuk otak-atik web jurnal, karena saat jam kerja di kampus, hampir dapat dipastikan saya tidak dapat berbuat apa-apa terkait pengelolaan jurnal. Selain itu juga, karena kuota internet tengah malam jauh lebih murah dibandingkan dengan kuota siang hari. Terlebih kantong seorang dosen yang belum PNS dengan gaji seperti buruh pabrik, bahkan saya pernah mengalami, jauh lebih rendah dari UMR, gaji yang habis untuk membayar kontrakan. Seorang profesional dengan pendidikan minimal S2 lho, sungguh luar biasa sistem pendidikan di negara kita.
Dengan bermodal tekad dan support teman-teman senasib, terutama teman-teman di Relawan Jurnal Indonesia, akhirnya jurnal di jurusan mulai menampakkan perkembangan yang lebih baik. Mulai terindeks di Google Scholar, IPI/Portal Garuda (yang entah bagaimana nasibnya kini), Base, Indonesia One Search hingga kini SINTA Score 3 dan DOAJ.
Di balik cerita curhatan duka tersebut, tentu banyak juga cerita kekonyolan dan keajaiban yang membuat tertawa ceria. Namun, cerita ini mungkin akan Tuhan hadirkan dalam kehidupan saya, beberapa hari, bulan, tahun kemudian, semoga.