ID. 036-25022018-200509-028-02
Hegemoni Artikel Ilmiah
Artikel ilmiah merupakan identitas keilmuan dari para akademisi di tingkat perguruan tinggi. Dari berbagai jenis artikel ilmiah, artikel yang diterbitkan jurnal merupakan artikel ilmiah yang paling bernilai. Baik bernilai dari sisi keilmuan maupun bernilai dari sisi ekonomis. Semakin tinggi level jurnal maka semakin tinggi persyaratan dari suatu artikel untuk dapat diterbitkan. Level jurnal paling mudah dapat dilihat dari lembaga pengindeks. Scopus adalah salah satu pengindeks bereputasi internasional, dan artikel ilmiah yang diterbitkan pada jurnal Scopus sudah barang tentu memiliki kualitas yang mumpuni. Usaha yang keras dan berkesinambungan sangat diperlukan agar artikel ilmiah dapat diterbitkan dalam jurnal scopus, dan tugas yang maha berat untuk mengelola suatu jurnal agar terindeks scopus, atau minimal dapat untuk terakreditasi.
Permenristekdikti No. 20 Tahun 2017 tentang penerimaan tunjangan profesi menuntut setidaknya bagi Guru Besar dan Lektor Kepala dapat menerbitkan artikel ilmiah pada jurnal internasional yang bereputasi. Tuntutan ideal ini secara langsung menggerakkan roda dunia per-jurnal- an di Indonesia semakin kencang. Setiap institusi perguruan tinggi mendorong agar insan dosen dapat mempublikasikan hasil-hasil riset dan pengabdian pada masyarakat dalam bentuk artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi, dan pada waktu yang bersamaan pula memacu pengelolaan jurnal agar dapat meningkatkan level jurnal dengan target minimal terakreditasi, dan bahkan bereputasi. Strategi untuk mencapai target tersebut salah satunya merekrut tenaga-tenaga segar dari dosen- dosen muda untuk mengambil posisi sebagai pengelola jurnal, terutama dosen yang telah terbiasa dengan dunia tulis-menulis. Saya adalah satu dari sekian banyak dosen muda yang direkrut sebagai pengelola jurnal, dan tidak tanggung-tanggung, saya langsung masuk sebagai pengelola pada 3 jurnal.
Sistem Kebut Semalam
Masih awam. Editor dan editor bagian adalah peran yang saya dapatkan sebagai pengelola jurnal. Jurnal yang dikelola pun bervariasi jenjang kehidupannya. Dari ketiga jurnal tersebut, ada jurnal yang sudah siap berperang meraih peluang terakreditasi, ada jurnal yang memerlukan penyempurnaan di beberapa sisi untuk mempertajam berbagai senjata untuk nantinya maju ke medan laga, dan yang terakhir jurnal yang masih suci. Jurnal yang masih suci ini belum banyak tersentuh tangan-tangan para pegiat jurnal. Meskipun bertugas pada ketiga jurnal yang bervariasi dari sisi jenjang kehidupan, saya masih harus banyak belajar tentang istilah-istilah penjurnalan. Mengingat tahun 2017 dicanangkan sebagai “Tahun Publikasi”, maka dukungan lembaga pada penguatan jurnal sangat tinggi. Berbagai pakar didatangkan untuk mengisi kekosongan pengetahuan, mengembangkan sistem yang sudah ada, dan juga mempercepat indeksasi jurnal-jurnal yang dimiliki. Dari para pakar tersebut, sedikit demi sedikit, langkah demi langkah ditapaki untuk menempa kemampuan mengelola jurnal. Banyak waktu dan tenaga yang dicurahkan dalam proses yang bisa disebut sistem kebut semalam dalam mempelajari berbagai lingkup mengelola jurnal. Sementara yang sedang saya dalami pada jurnal yang telah ‘dewasa’ adalah sebagai mediator antara author dan reviewer, dan memastikan sifat keduanya tertutup agar proses dapat berjalan secara objektif. Secara teoritis nampak sederhana, tetapi pada tataran pelaksanaan terdapat berbagai tantangan, dari naskah yang tidak sesuai template, tidak masuk dalam lingkup jurnal hingga permintaan proses submit di luar sistem. Perlahan namun pasti, tantangan tersebut berubah menjadi masalah. Terutama ketika author tidak mengirimkan kembali revisi hasil dari koreksi yang telah diberikan, baik dari editor maupun reviewer. Di satu sisi, Artikel mentah yang masuk ‘lumayan banyak’, dan di sisi lain, artikel yang dikoreksi ‘lumayan banyak’ tidak kunjung datang kembali. Kondisi ini ‘lumayan banyak’ mendebarkan jantung beberapa pengelola jurnal yang ‘loyalis’, terutama menjelang detik-detik publikasi.
One Man Show
Menjelang detik-detik publikasi, segala cara dan upaya akan dijalani. Semata-mata untuk menjaga konsistensi dan kuantitas artikel yang diterbitkan, meskipun seringkali berselingkuh’ dengan yang namanya kualitas substansi artikel. Keterbatasan waktu dan tenaga merupakan alasan logis dan satu-satunya bagi sebagian besar pengelola jurnal untuk mengambil jalan pintas ini. Secara kontekstual, artikel yang tidak kembali sesuai dikoreksi, akan dikoreksi sendiri oleh pengelola. Artikel yang tidak patuh pada template jurnal, akan disesuaikan oleh pengelola dan bahkan artikel yang masih ‘mentah’ pun akan di-matang-kian oleh pengelola yang liniernya dengan bidang ilmunya. Dengan demikian, maka setidaknya konsistensi terbitan berkala jurnal tetap terjaga. Tetap hidup.
Transaksi Artikel
Win-win solution. Dengan berpegangan pada hubungan baik, maka antara pengelola satu dengan pengelola jurnal di institusi lainnya, memiliki inisiatif untuk melakukan transaksi artikel. Transaksi artikel ini pun tersimpan berbagai kendala di dalamnya. Selayaknya transaksi dengan sistem barter, kendala yang ada mencakup kualitas artikel yang ditukar, kesesuaian lingkup jurnal hingga kepatuhan terhadap gaya selingkung pada jurnal yang ditukarkan. Jumlah artikel yang ditukarkan pun kadang timpang. Agar hubungan kerjasama yang terjalin tetap harmonis, maka pengelola jurnal kembali mengedit artikel sama seperti pasal 1, yaitu one man show.
Menuju Kesempurnaan
Tanpa terasa 2 edisi sudah diterbitkan pada ketiga jurnal yang dikelola. Tanpa terasa yang dimaksud adalah ‘kehilangan rasa’ akibat waktu yang telah berlalu tanpa berpamitan sedikit pun. Kerja keras dan cerdas (versi pengelola jurnal) pun mendapatkan hasil yang luar biasa. Dua dari 3 jurnal yang dikelola telah mampu masuk dalam deretan jurnal yang terindeks DOAJ dan masuk dalam SINTA 3, dan bahkan salah satunya telah memberanikan diri untuk maju evaluasi akreditasi, meskipun hasil- nya belum sesuai dengan harapan seluruh insan akademika di lembaga. Sedangkan 1 jurnal lainnya, masih belajar merangkak secara perlahan untuk dapat berdiri tegak dan berlari di kemudian hari. Kedua jurnal yang telah terindeks DOAJ, yang telah melalui proses evaluasi selama 6 bulan lamanya telah menuai hasil yang baik. Pencapaian ini tidak terlepas dari segala usaha formal dan informal yang ditempuh. Dengan kata lain, setiap kali pengelola jurnal dapat melalui jalan terjal yang dihadapi, maka pada hakekatnya jurnal yang dikelola telah naik kelas. Kondisi yang bagaikan bumi dan langit terjadi pada jurnal yang telah terindeks DOAJ. Jurnal yang sudah terindeks DOAJ, kini telah dikelola dengan profesional oleh tangan- tangan pengelola jurnal yang juga semakin tangguh. Meskipun jalan terjal sekali lagi akan menghadang ketika maju ke tahap akreditasi maupun menatap pengindeks bereputasi yang bernama Scopus. Saya rasa lika-liku inilah yang akan dilalui dalam perjalanan setiap jurnal dan pengelola yang ada di dalamnya, yang bertumbuh dari akar terbawah menuju ke langit yang menjulang tinggi. Perjuangan belum berakhir. Proses belum berakhir. Kualitas jurnal yang dikelola harus sejalan dengan kualitas artikel ilmiah yang dipublikasikan, terutama bagi dosen yang sekaligus pengelola jurnal.
Semoga