ID. 091-27022018-081020-070-04
Saya mulai mendapat tugas membantu pengelolaan jurnal sejak tahun 1999 sebelum saya diterima menjadi dosen di salah fakultas pada perguruan tinggi negeri di Kalimantan Selatan. Waktu itu saya ditawari oleh dosen yang sekaligus sering mengajak saya dalam kegiatan keproyekan kehutanan. Kami berdua bersama-sama bertugas menerima naskah, mengedit, mengembalikan naskah, melayout hingga siap dicetak oleh percetakan. Saat itu pendanaan dalam operasional penerbitan dibantu oleh fakultas dengan kisaran dana Rp 1 juta per tahun.
Namun semenjak dekan berganti, anggaran untuk penerbitan jurnal dihentikan. Alasannya kondisi fakultas yang sedang terpuruk akibat jumlah mahasiswa baru yang masuk menurun drastis. Hal ini sebetulnya juga dialami oleh fakultas-fakultas kehutanan di Indonesia. Kondisi ini menyebabkan dana untuk fakultas yang dialokasikan oleh universitas juga sedikit. Akhirnya kami mengambil kebijakan untuk menarik pembayaran biaya administrasi setiap penulis, dan syukurnya hal ini diizinkan oleh pihak fakultas agar operasional jurnal tetap berjalan.
Pada tahun 2004 saya mendapat tugas belajar menempuh program pascasarjana S-2 di salah satu universitas terkemuka di Yogyakarta dan di tahun 2009 melanjutkan S-3 di Malang. Pada kurun waktu tersebut, pengelolaan jurnal diserahkan kepada teman sejawat di fakultas, namun ternyata tidak bisa berjalan dengan baik, dan terbitnya tidak menentu. Akhirnya, walaupun harus menyelesaikan program doktoral saya tetap membantu pengelolaan jurnal.
Sebagaimana jurnal-jurnal lainnya, masalah klasik yang utama adalah pendanaan untuk penerbitan dan penggandaan jurnal cetak minimal 400 eksemplar termasuk untuk pengiriman naskah cetak ke berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia agar bisa diakui sebagai jurnal nasional. Untuk setiap penerbitan biasanya dana yang diperlukan berkisar antara 7,5 juta sampai 10 juta (tidak ada honor untuk pengelola). Untuk memenuhi kebutuhan dana sebesar itu tentunya tidak cukup kalau hanya mengandalkan kontribusi dari penulis. Bagi kami pengelola jurnal mendapatkan naskah saja sudah syukur, karena kebanyakan penulis inginnya naskahnya bisa publish di jurnal terakreditasi.
Kondisi ini saya sampaikan ke pihak Fakultas, namun sekali lagi kami harus menerima kenyataan pahit bahwa Fakultas tidak bisa membantu pembiayaan karena struktur pengelola jurnal tidak termasuk SOTK Fakultas sehingga tidak bisa diusulkan dalam penganggaran ke Universitas. Akhirnya kami tawarkan ke dosen-dosen di Fakultas untuk berkenan menjadi pelanggan jurnal dengan kompensasi dipotong gaji sebesar Rp. 20 ribu per bulan, dan dosen menerima 1 (satu) eksemplar cetak setiap kali terbit. Pendapatan yang diperoleh dari pelanggan dosen rata- rata sekitar Rp. 1,3 juta per bulan sehingga setiap terbit kami bisa memperoleh dukungan dana sebesar Rp. 5.2 juta ditambah biaya administrasi penulis. Beruntungnya pihak Rektorat berkenan merekrut tenaga honorer untuk diperbantukan dalam pengelolaan jurnal di Fakultas kami dengan dana bersumber dari universitas. Berhubung gaji honorer masih di bawah UMP (upah minimum provinsi), sehingga saya menawarkan kepada istri untuk bersedia membantu pengelolaan jurnal.
Sampai di sini, pembiayaan penerbitan setiap edisi bisa tertutupi, namun kami menyadari bahwa kami mempunyai keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dalam tata kelola jurnal. Untuk itu kami berupaya mengikuti berbagai pelatihan pengelolaan jurnal baik yang dilaksanakan di daerah maupun di pulau Jawa. Berhubung tidak adanya dana untuk mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, saya pun menyisihkan sebagian dana-dana proyek penelitian, pengabdian, maupun kerjasama dengan pihak ketiga. Hampir tidak ada dana operasional jurnal yang saya gunakan untuk kepentingan mengikuti berbagai pelatihan ataupun workshop jurnal. Semuanya murni dari dana pribadi yang bersumber dari SHU proyek.
Salah satu hal yang paling kami khawatirkan dalam pengelolaan dana yang bersumber dari subsidi dosen adalah adanya kekurangpercayaan dosen terhadap pengelolaan dana tersebut. Untuk itu, kami selalu menyampaikan laporan keuangan ke Dekanat dan dosen di Fakultas secara berkala.
Semenjak adanya kebijakan Ristekdikti agar jurnal diterbitkan secara online, sehingga secara bertahap jurnal yang kami kelola hanya sedikit yang dicetak. Di satu sisi kebijakan ini mengurangi pembiayaan yang harus dikeluarkan, namun di sisi lain kami gaptek dalam pengelolaan OJS. Kondisi ini menuntut kami untuk belajar lagi dalam pengelolaan jurnal secara daring (online). Sejak tahun 2015, kami memutuskan untuk menghentikan kebijakan menerima subsidi dari dosen karena berbagai macam pertimbangan termasuk menghindari “buruk sangka” dari para dosen di Fakultas, dan terbitan jurnal melalui sistem online.
Pendanaan akhirnya hanya bersumber dari pembayaran biaya administrasi penulis, dan alokasi sebagian dana proyek yang saya peroleh. Alhamdulillah, berkat ketulusan dan keikhlasan dalam mengelola jurnal, saya sering mendapat rezeki yang tidak disangka-sangka dengan sering mendapat proyek. Beberapa proyek yang saya peroleh justru dari penulis yang pernah mempublikasikan artikelnya di jurnal yang kami kelola. Ternyata mengelola Jurnal dengan ikhlas membawa rezeki.