Suka Duka dan Apresiasi Pengelola Jurnal

ID. 016-24022018-151359-012-04


Jurnal kami sebenarnya termasuk jurnal yang sudah tua yang ditunjukkan oleh volume penerbitan yang telah mencapai volume 23 pada tahun 2018 ini. Hanya saja di sela-sela pergantian pengelola jurnal terjadi pasang surut keaktifan, sehingga terjadi penundaan sampai beberapa volume baru dapat diterbitkan. Artinya penerbitan jurnal kadang tepat waktu dan terkadang tidak tepat waktu. Inilah yang terjadi pada saat saya diserahi tugas sebagai pimpinan pengelola jurnal. Jurnal punya hutang 5 edisi yang belum terbit. Waduh.

Selama ini, jurnal menampung publikasi yang berasal dari skripsi mahasiswa. Karena lama tidak terbit, mahasiswa banyak yang telah menyerahkan artikelnya ke universitas sebelah kami. Pengiriman naskah ke jurnal merupakan salah satu persyaratan untuk mengurus kelulusan. Berbekal tekad dan keinginan membenahi jurnal, saya bersedia mengelola dengan catatan alur manajemen mengikuti seperti yang saya sarankan. Dengan bantuan tim, kami berburu artikel yang terdata di jurusan dalam bentuk CD, mengecek apakah sudah terbit di tempat lain kepada redaksi tetangga, kepada dosen pembimbingnya (karena mahasiswa yang punya tulisan sudah pada lulus, sudah entah ke mana atau sudah sulit di- hubungi). Beruntung, artikel yang dapat dicalonkan untuk diproses sebanyak 50-an naskah, artinya masing-masing edisi dapat diisi paling tidak 10 naskah.

Segera kami sebarkan ke dosen di jurusan untuk me-review naskah- naskah tersebut sesuai dengan fokus bidang ilmu dosen dan tentu saja yang dipilih adalah yang bukan berperan sebagai pembimbing mahasiswa yang mempunyai judul tersebut. Karena kondisinya kejar tayang, maka kami tidak melibatkan reviewer eksternal. Pertanyaan berikutnya adalah siapa yang akan memperbaiki, dan merevisi hasil telaah dari reviewer? Akhirnya pada rapat jurusan, diputuskan dosen pembimbing yang wajib memperbaiki naskah. Setelah para dosen yang berperan sebagai reviewer kami ingatkan terus menerus untuk mengembalikan hasil telaah, terkumpullah naskah-naskah untuk dibagikan ke pembimbing agar diperbaiki sesuai hasil telaah reviewer. Sampai akhir batas yang ditentukan. Alhamdulillah naskah yang dikembalikan setelah diperbaiki sebanyak separuh dari naskah sebelumnya.

Hal ini berarti masing-masing edisi hanya mempunyai cadangan 5 naskah publikasi. Beruntung, saat yang bersamaan kami mendapat informasi dari suatu lokakarya yang mengundang Ristekdikti, bahwa minimal naskah penerbitan jurnal adalah 5. Akhirnya dengan proses belajar tim editing, terpenuhikah publikasi yang sebelumnya bolong-bolong itu. Semua dipublikasi secara on-line walau prosesnya masih setengah OJS. Kenapa begitu karena kami masih meraba-raba penggunaannya sehingga prosesnya campur sari dengan manual dan secara OJS. Proses OJS yang kami lakukan sebisa yang kami bisa yaitu pada proses awal (login untuk penulis) dan akhirnya saja (yaitu copy editing ke publishing).

Bayar hutang sudah terpenuhi. Lalu what’s next? Target berikutnya adalah menuju akreditasi. Diawali dengan ikut workshop sana-sini, tampilan jurnal mulai dibenahi. Proses naskah dipelajari. Ternyata seluruh rangkaian proses harus online via OJS. Banyak yang harus diedukasi, ya penulis, ya reviewer dan yang pasti tim pengelola jurnal yang belum terbiasa dengan penggunaan OJS. Yang tidak kalah penting lagi adalah bagaimana memenuhi persyaratan naskah 60 persen berasal dari luar.

Saya mulai berburu naskah dari luar dengan promo jurnal di setiap kesempatan seminar-seminar, bergabung di suatu komunitas dan mengajak barter naskah pada sesama pengelola jurnal. Kedengarannya tidak ada masalah ya? Beberapa naskah telah saya kirim ke 3 pengelola jurnal yang sudah setuju untuk barter naskah, namun hanya 2 pengelola yang menepati janjinya. Dari naskah yang dipertukarkan, ternyata penlis tidak menindaklanjuti hasil telaahan reviewer. Sebaliknya, naskah yang kami kirim untuk proses “barter” pun ada yang tidak diperbaiki oleh penulisnya, sehingga pengelola jurnal ikut menegur kami. Namun demikian, proses pertukaran naskah tetap bermanfaat.

Sambil berproses mencari-cari naskah, kami berproses mencari dan menambah reviewer dan editor dari luar institusi, karena ini juga menjadi persyaratan akreditasi. Dengan bantuan tim, terkumpullah nama-nama reviewer yang bersedia yang berasal dari luar institusi. Masalahnya adalah, ada yang telah dikirimi naskah namun tidak kunjung juga hasil telaahnya, lalu dihubungi masih sibuk dan sibuk. Ada yang naskah dan email tidak sampai yaitu naskah yang dikirim via OJS, akhirnya harus kami proses melalui email.

Belum lagi, semua reviewer kami belum terbiasa dengan OJS, sehingga mengembalikan hasil telaah selalu melalui email. Hal yang tidak kalah jadi masalah adalah Editor dari luar institusi. Naskah yang kami kirim untuk diedit kembali utuh dengan sedikit catatan di dalam email. Akhirnya kembali menjadi tugas editor internal untuk mengambil alih. Sampai saat ini, kami belum tahu bagaimana cara mensinergikan tugas dengan editor dari luar institusi.

Dengan seabrek tugas sebagai pengelola jurnal yang terkadang harus begadang, juga harus “mantengi” email dan naskah setiap waktu, sepanjang bulan, masih muncul celetukan begini: kalau mengelola jurnal jangan berpikiran ada duitnya, nah loh!. Di institusi alhamdulillah kami diapresiasi, walaupun dalam bentuk kredit point yang setara dengan seseorang yang menelaah naskah jurnal yang tentunya hanya sibuk 1 kali kesempatan dalam 1 semester. Mungkin akan lain apresiasinya kalau jumlah jurnal yang terindeks atau yang terakreditasi menjadi salah satu poin penilaian di dalam akreditasi universitas atau jurusan.

*Penulis adalah peserta TOT Relawan Jurnal Indonesia

Share:

On Key

Most Popular Posts