Menikmati Pengelolaan Jurnal Offline

ID. 087-27022018-014525-086-01


Beberapa bulan menjadi dosen baru di kampus, tiba-tiba saya di- panggil oleh Kepala UPPM untuk membantu beliau menangani jurnal kampus yang sudah terhenti beberapa tahun. Tidak tahu dari mana informasi yang beliau dapatkan, dan apa yang mendorongnya memilih saya. Padahal cukup banyak dosen senior di kampus. Seperti sudah takdir, sejak itu sampai sekarang, saya bergabung sebagai pengelola jurnal di kampus kami. Pengurus lain datang dan pergi, sedangkan saya tidak tergoyahkan selalu menjadi pemimpin redaksi. Tidak terasa sudah 15 tahun saya bergelut dengan pengelolaan jurnal.

Pernah satu ketika setelah empat tahun mengelola jurnal, ramai di- bicarakan teman-teman dosen, ada dosen senior yang berminat meng- gantikan saya sebagai pemimpin redaksi. Ketika beliau bersiap-siap meng- gantikan saya, beliau memperoleh informasi bahwa pengelola jurnal tidak ada honor atau insentif. Sejak itu beliau mundur secara teratur. Demikian juga dengan dosen-dosen lain. Tidak ada satu pun yang berminat meng- gantikan saya.

Selama mengelola jurnal beberapa hal yang sering mengganggu adalah naskah yang dikirim dosen sebagai besar karena kebutuhan kenaikan pangkat/jabatan fungsional, bukan dari hasil penelitian yang sebenarnya dan berkualitas. Artikel yang seperti ini tidak dapat dipertanggungjawab- kan kualitasnya. Tetapi jika tidak diterbitkan pengelola siap mendapat komplain. Beberapa rekan dosen suka memesan tempat agar tulisannya diterbitkan tetapi artikelnya tidak datang-datang. Begitu dikirimkan ke redaksi tidak lama langsung menagih hasilnya seolah pengelolaan jurnal hanya pencetakan saja tanpa proses editing dan review.

Beberapa penulis merasa biaya yang dibayarkan sudah sangat cukup untuk mengelola jurnal, sehingga agak marah jika pemrosesan memakan waktu. Beberapa penulis protes jika artikelnya diedit atau dikoreksi. Beberapa rekan dosen keberatan jika pengelola banyak menerima naskah

dari luar kampus, mereka beranggapan dosen internal yang harus di- utamakan. Yang sangat menyedihkan adalah jika penulis adalah dosen senior yang artikelnya untuk kelengkapan menjadi guru besar. Pengelola disumpah serapah karena telah mengedit naskahnya. Beliau merasa tulisannya sudah sempurna, tidak layak diedit.

Selama 15 tahun mengelola jurnal terbagi dalam beberapa fase, sesuai dengan perubahan peraturan jurnal di Dikti. Jurnal pertama yang saya dan teman-teman kelola adalah majalah kampus yang dijadikan jurnal, berupa bunga rampai segala bidang ilmu. Tahun 2004, kami menerbitkan dua jurnal baru, satu bidang rekayasa dan satu bidang sosial ekonomi. Jurnal bidang rekayasa kami targetkan tahun 2006 terakreditasi. Malangnya tahun 2006 diberlakukan aturan baru, nilai C yang sebelumnya terakredi- tasi menjadi tidak terakreditasi, hanya A dan B terakreditasi, sedangkan target kami hanya cukup C, mengingat jurnal masih baru. Otomatis peng- ajuan kami tidak terakreditasi.

Mengiringi dinamika kepemimpinan di kampus, berkali-kali terjadi pergantian pimpinan, setiap pemimpin selalu memberikan apresiasi betapa vitalnya peran jurnal. Sayangnya pimpinan tidak memahami mekanisme jurnal. Setelah fase 2006, harapan kami untuk pengajuan akreditasi ulang diberikan dukungan, namun yang terjadi redaksi jurnal tidak memiliki sekretariat sampai sekarang. Setiap kali rapat redaksi kami harus bergerilya mencari ruang untuk pertemuan. Saya merasa jenuh, tetapi tidak satu pun yang mau mengambil alih pekerjaan ini.

Di tengah kejenuhan tersebut, tahun 2012 pimpinan memberikan target agar mengajukan Akreditasi jurnal, lembaga memberikan dukungan biaya percetakan dan honor pengelola. Persiapan kami lakukan dengan menyusun organisasi pengelola jurnal yang baru dan langsung diberikan pelatihan pengelolaan jurnal dari Ristekdikti. Saat bersamaan di Ristekdikti untuk pengajuan akreditasi diberlakukan peraturan baru, jurnal harus online. Kami kelabakan. Kendala ini belum teratasi sampai sekarang.

*Penulis adalah peserta TOT Relawan Jurnal Indonesia

Share:

On Key

Most Popular Posts