Beberapa pertanyaan sederhana yang selalu terlintas dalam pikiran saya adalah “Apa yang telah kamu lakukan untuk orang-orang di sekitarmu?” atau “Apakah kamu sudah bermanfaat buat orang lain hari ini?” Pertanyaan (baca: passion) tersebut yang akhirnya mengantarkan saya untuk menjalani profesi sebagai seorang pendidik/ dosen. Tugas utama seorang dosen adalah menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Tulisan singkat ini berkaitan dengan pelaksanaan dharma penelitian, yaitu kewajiban publikasi tulisan ilmiah/hasil penelitian dalam jurnal nasional. Dimulai dengan tugas tambahan menjadi editor jurnal dadakan, berjibaku dengan perilaku resistence to change dari para senior, dan bertemu teman-teman seperjuangan di RJI (Relawan Jurnal Indonesia).
Perjalanan belum genap dua tahun bergabung menjadi staf pengajar di salah satu kampus swasta, sudah diberi amanah untuk menjadi sekretaris LP3M, dan karena divisi jurnal ada di bawah struktur LP3M, maka bulan November 2017 diberi mandat baru menjadi editor jurnal plus satu paket dengan tantangan tugas utama untuk segera mengubah jurnal dari versi cetak menjadi online. Saya sebut tantangan karena kampus kami tidak memiliki unit/divisi IT, hanya ada seorang karyawan yang “senang dan sedikit bisa” IT, otomatis pekerjaannya seabreg alias overload. Disegerakan karena memang ada aturan dari pusat yang meminta, dan karena saat itu situs kampus tidak dapat diakses terkena serangan hacker. Semua data hilang, termasuk artikel-artikel penelitian yang selama ini hanya di-online– kan via situs kampus, banyak dosen yang “kebakaran jenggot” karena untuk urus BKD dan jabatan fungsional (jafung) membutuhkan link/URL artikel penelitian yang telah publish. Dengan bantuan seorang teman web designer, kami mempunyai OJS versi 3.
Menurut cerita, pembuatan jurnal di kampus kami awalnya hanya karena ingin menolong rekan-rekan dosen, melengkapi syarat pengajuan jafung (jabatan fungsional). Jadilah jurnal dengan konten artikel “seadanya”. Kultur tersebut sudah mengakar, pandangan seperti “kenapa harus susah-susah publish di luar, jurnal di kampus sendiri juga bisa dan “di- jamin” bisa diterima” sungguh merepotkan (baca: sangat menyebalkan). Kurang ada keinginan untuk kirim artikel di jurnal kampus lain, dapat lolos dari proses review yang ketat, apalagi berpikir untuk bisa terbit di jurnal terakreditasi atau internasional. Terlalu lama dalam lingkungan “zona nyaman” dalam hal publikasi artikel penelitian, hanya menghasilkan jurnal dengan artikel-artikel yang biasa-biasa saja karena penelitian hanya sebagai “penggugur kewajiban” pelengkap syarat kenaikan jafung. Pelan namun pasti, saya mulai meng-edukasi rekan-rekan dosen tentang pengelolaan jurnal yang baik dan sehat, terutama setelah kampus kami resmi memiliki situs e-journal. Namun edisi perdana bulan Januari 2018 lalu masih terlambat terbit di bulan Februari 2018, hanya karena saya masih bingung cara publish artikel, sehingga semua role, dari mulai author, editor, reviewer, saya kerjakan sendiri.
Dukungan dari seorang dosen senior, dan beberapa rekan membuat saya optimis bisa membawa jurnal kami menjadi lebih baik. Rasa optimis tersebut makin membuncah ketika mengikuti pelatihan di luar provinsi yang diadakan oleh RJI Korda Palembang. Meskipun belum begitu paham, karena menggunakan OJS 2 sebagai latihan, namun banyak ilmu baru tentang manajemen publishing yang saya dapatkan. Walaupun akhirnya saya bertemu rekan-rekan RJI di kota kami setelah mengadakan kegiatan perdananya. Setelah mendapatkan info akan adanya Training of Trainer pengelolaan jurnal, Beberapa rekan dosen yang telah ditunjuk untuk menjadi pengelola jurnal, baik sebagai editor maupun section editor mulai saya latih secara personal agar lebih efektif. Kekhawatiran akan tidak adanya support tim IT dalam kampus terhapus karena RJI memberikan solusi yang sangat tepat.
Bersama RJI, saya menemukan keluarga baru, yang memahami perjuangan saya. Kesamaan visi untuk selalu berbagi membuat saya jatuh cinta dan bersemangat untuk bergabung menjadi anggota keluarga. Semoga visi ini akan tetap langgeng. Aamiin.