Mengelola Jurnal sebagai Pengembangan Diri

ID. 103-04032018-111932-077-02


Menjadi pengelola jurnal adalah salah satu cara saya untuk mengembangkan diri di bidang penulisan dan penelitian, karena sebagai seorang dosen pasti melakuan kegiatan penelitian (Tri Dharma Pendidikan). Oleh karena itu, ketika pimpinan menawarkan suatu jurnal untuk saya kelola, maka tanpa pikir panjang saya menerima tugas tersebut.

Beberapa tahun di awal-awal saya mengelola jurnal, jurnal telah berjalan dengan baik, karena dukungan pendanaan dari lembaga yang saya rasa sudah cukup. Namun, permasalahan mulai muncul ketika akhir- akhir ini pendanaan dari lembaga mulai ada penghematan. Jurnal yang saya kelola menerima dampaknya. Hal tersebut tidak menjadi masalah bagi saya. Permasalahan muncul ketika pemahaman kolega lain (non pengelolan jurnal) yang menganggap pendanaan dari lembaga masih seperti yang dulu, banyak kolega yang tidak tahu dan tidak mau mencari tahu anggaran pengelolaan jurnal, dan menganggap saya sebagai pengelola jurnal masih mendapatkan pendanaan yang besar dari lembaga.

Permasalahan lain yang saya kira klasik bagi seorang pengelola jurnal dan hal tersebut juga menimpa saya adalah komunikasi dengan penulis terkait proses penerbitan jurnal. Untuk beberapa penulis artikel yang juga sebagai pengelola jurnal akan mengerti proses penerbitan artikel adalah melalui proses yang bertahap, dari editing, review dari mitra bebestari, sampai publikasi artikel.

Beberapa penulis yang tidak memahami proses penerbitan terkadang membuat saya sebagai pengelola jurna harus bersabar. Bagaimana tidak, misalkan diawali dari template jurnal yang tidak begitu diperhatikan oleh calon penulis. Sebagian besar calon penulis di jurnal yang saya kelola (sekitar 80%) yang submit artikel, tidak memperhatikan atau tidak menggunakan template dan gaya selingkung jurnal yang saya kelola, mereka mengirim/submit apa adanya. Hal tersebut membuat kami sebagai pengelola yang merangkap sebagai editor mengatur ulang lagi calon artikel tersebut, menyesuaikan dengan template jurnal kami. Yang jadi masalah jika berurusan dengan tabel, atau gambar-gambar lain yang menjadi acak- acakan ketika saya paste di template jurnal kami, apalagi jika maksud tujuan dari penulisan menjadi kabur atau tidak sesuai ketika kami sesuaikan dengan template kami. Misal jurnal yang kami kelola menggunakan gaya selingkung dua kolom, dan calon penulis mengirim artikel dari satu kolom.

Hal berikutnya yang menjadi permasalahan adalah, seringkali artikel yang dikirim tidak ditranslate pada bahasa Inggris sesuai template/pedoman penulisan jurnal kami. Akhirnya mau tidak mau, kami sebagai pengelola juga harus mentranslate ke dalam bahasa Inggris. Sekali lagi, permasalahan utamanya terletak pada kekhawatiran kami jika maksud dan tujuan penulis menjadi berbeda jika kami uang membuatkan abstrak bahasa Inggrisnya.

Jurnal yang kami kelola terbit setiap enam bulan sekali, kami rasa waktu tersebut sudah ideal (tidak kurang dan tidak lebih) dalam masa proses editing, review, sampai penerbitan. Terkait hal tersebut terdapat dua kondisi, bagi penulis yang mengirim di bulan awal-awal masa penerbitan jurnal, merasa waktu tersebut sangat lama, dan berharap segera diterbitkan (padahal itu tidak mungkin). Kondisi kedua, bagi penulis yang mengirim artikel di bulan akhir-akhir masa penerbitan jurnal, meminta kualitas artikelnya baik dan melalui proses review dengan baik (padahal proses review sudah terlewat), dan saya sebagai pengelola harus memohon mitra bebestari meluangkan waktunya untuk me review artikel tersebut.

Sebagai penutup, keadaan di atas tentu menjadi pemacu saya untuk lebih baik mempercantik dan memperbaiki pengelolaan jurnal dan menargetkan jurnal terakreditasi. Bagi para penulis, perlu diketahui bersama, seringkali pengelola jurnal tidak hanya sebagai editor saja, bahkan sebagai translator abstrak, bendahara, sampai sebagai petugas distribusi jurnal ke jasa ekspedisi.

*Penulis adalah peserta TOT Relawan Jurnal Indonesia

Share:

On Key

Most Popular Posts