Kamis, 24 Juli 2025 — Pusat Studi Publikasi Ilmiah (PSPI) Relawan Jurnal Indonesia kembali mengadakan kajian seri #13 dengan tema menarik “Integritas Riset:Antara Tuntutan Capaian Kampus dan Riset Akademik” yang dihadiri oleh lebih dari 180 peserta dari berbagai mahasiswa, dosen hingga pengelola jurnal di Indonesia. Berbeda dengan kegiatan sebelumnya, webinar ini menghadirkan empat narasumber sekaligus yaitu Dr. Eko Ariwidodo, M.Phil (UIN Madura), Prof. Dr. Juneman Abraham, S.Psi., M.Si. (Pusat Studi Publikasi Ilmiah Relawan Jurnal Indonesia), Hendro Subagyo, M.Eng (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dan Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T. (Institut Teknologi Bandung). Diskusi yang berlangsung dinamis ini dipandu oleh moderator Dr. Ir. Fransina S. Latumahina, M.P., IPU (Universitas Pattimura), serta dibuka oleh Master of Ceremony Dr. Zulidyana Dwi Rusnalasari, M.Hum. (Universitas Negeri Surabaya).
Materi pertama disampaikan oleh Prof. Dr. Juneman Abraham, S.Psi., M.Si. dengan judul “Integritas Riset: Tahu Apa yang Kita Mau, Mau Apa yang Kita Tahu.” Dalam paparannya, Prof. Juneman mengawali diskusi dengan merefleksikan kembali makna etika dan integritas dalam konteks riset akademik. Menurutnya, etika bukan sekadar persoalan moralitas—apakah suatu tindakan boleh atau tidak—melainkan merupakan refleksi kritis dan bentuk tanggung jawab rasional. Sementara itu, integritas dipahami sebagai kesatuan identitas pribadi yang utuh, mencakup aspek biologis, psikologis, sosial, budaya, hingga spiritual. Juneman juga menyinggung sejumlah contoh nyata pelanggaran integritas dalam dunia akademik, seperti praktik perjokian dalam pengajuan guru besar, pemalsuan afiliasi oleh dosen, hingga pentingnya mendorong gerakan keterbukaan data melalui inisiatif Open Indonesia 2025. Sebagai solusi, Juneman juga menawarkan beberapa poin diantaranya meninggalkan budaya feodalistik dan praktik blind review yang tertutup, membangun sistem insentif positif bagi akademisi yang menjunjung integritas serta mengintegrasikan nilai-nilai etika ke dalam ekosistem kampus melalui sosialisasi, kurikulum, budaya malu, dan pembentukan komite etik yang aktif. Dengan pendekatan ini, diharapkan eksistensi kampus juga menjadi teladan dalam menjaga nilai-nilai integritas akademik yang berkelanjutan.
Sesi kedua dilanjutkan oleh Hendro Subagyo, M.Eng yang membawakan “Penguatan Ekosistem Riset Nasional Melalui Publikasi Ilmiah.” Dalam paparannya, Hendro membagi pembahasan ke dalam dua fokus utama, yaitu peran BRIN dalam membangun ekosistem riset nasional serta pengelolaan jurnal dan publikasi ilmiah di Indonesia. Hendro mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara unggulan di bidang riset, namun masih menghadapi berbagai kendala struktural. Salah satu indikatornya terlihat dari Global Innovation Index (GII) yang selama bertahun-tahun menempatkan Indonesia pada posisi stagnan di kisaran peringkat 80-an. Kabar baiknya, pada tahun 2024 Indonesia berhasil menembus peringkat ke-54 dunia, sebuah kemajuan signifikan dalam upaya penguatan inovasi nasional. Publikasi ilmiah Indonesia menunjukkan tren positif dengan capaian sebanyak 59.808 dokumen ilmiah internasional pada tahun 2023. Untuk menjaga kualitas dan mencegah praktik publikasi yang tidak etis, BRIN menetapkan kebijakan publikasi ilmiah yang ketat dan terukur yakni para periset diwajibkan untuk mempublikasikan hasil risetnya di jurnal bereputasi yang telah diklasifikasikan secara resmi oleh BRIN setiap tahun. Lebih lanjut, kebijakan ini bertujuan untuk menghindari publikasi di jurnal predator sekaligus memperkuat integritas dan etika dalam dunia akademik. Terakhir, Hendro juga menyebutkan beberapa permasalahan utama dalam ekosistem riset Indonesia diantaranya rendahnya belanja riset oleh sektor swasta, belum optimalnya kompetensi SDM, dan minimnya kolaborasi antara akademisi dan industri.
Sesi ketiga dilanjutkan oleh Dr. Dasapta Erwin Irawan, S.T., M.T., yang menyampaikan materi melalui sebuah ilustrasi visual yang menggambarkan berbagai alasan mengapa sebuah publikasi ilmiah bisa mengalami retraction bahkan discontinue dari pengindeks bereputasi. Dasapta memaparkan beberapa penyebabnya diantaranya plagiarisme (banyaknya kasus copy-paste) tanpa atribusi yang layak, kesalahan data atau teknik yang tidak akurat, masalah hak cipta, pemalsuan data yang dapat merusak kepercayaan ilmiah, pelanggaran etika, masalah kepenulisan hingga konflik kepentingan lainnya yang tidak diungkap. Sebagai solusinya, Dasapta juga memberikan beberapa elemen yang menjadi pondasi sebuah integritas publikasi diantaranya etika publikasi yang ditegakkan secara tegas, peer review yang objektif hingga kualitas editorial dan keteraturan penerbitan, termasuk pengelolaan metadata dan standar terbit yang konsisten. Secara kesimpulan, ilustrasi ini mengingatkan bahwa membangun jurnal ilmiah bukan hanya sekedar mengejar indeksasi, tetapi lebih dari itu, yaitu menjaga integritas ekosistem ilmiah—yang jujur, terbuka, dan bertanggung jawab bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Sesi terakhir dipresentasikan oleh Dr. Eko Ariwidodo dengan judul “Capaian Internasionalisasi Jurnal Ilmiah di Indonesia vs. RIR Index 2025”. Di awal pemaparannya, Eko menampilkan data bahwa per akhir 2024, terdapat lebih dari 250 jurnal Indonesia yang telah terindeks SCOPUS, sebuah pencapaian besar dalam publikasi ilmiah nasional. Tetapi pada pertengahan 2025, sejumlah jurnal terindikasi discontinued yang menjadi sinyal bahwa internasionalisasi jurnal bukan sekadar memenuhi indikator administratif, tetapi membutuhkan strategi yang matang dan berkelanjutan. Eko juga menekankan bahwa internasionalisasi jurnal bukan hanya meningkatkan visibilitas, tapi juga berdampak pada reputasi, akreditasi institusi, pengembangan karier akademisi, hingga pembentukan komunitas ilmiah global. Oleh karena itu, penting bagi penulis untuk tidak hanya mengejar kuantitas, tetapi juga menjaga kualitas dan kejujuran ilmiah. Salah satu tantangan terbesar saat ini adalah meningkatnya risiko terhadap integritas riset, yang dipicu oleh tekanan capaian publikasi, perbedaan standar etika antarnegara, dan lemahnya sistem pengawasan internal. Melalui konsep Research Integrity Risk Index (RIR-i), Eko mengajak seluruh pihak untuk mengevaluasi kembali peran editor, reviewer, peneliti, dan institusi dalam memastikan bahwa setiap publikasi ilmiah lahir dari proses yang etis, jujur, dan bertanggung jawab.
Sebagai penutup, Kajian PSPI Seri #13 ini menjadi ruang diskusi intensif bagi seluruh pemangku kepentingan di dunia akademik. Melalui pemaparan para narasumber, para peserta diajak untuk melihat lebih dalam bahwa integritas riset bukan sekadar slogan moral, melainkan fondasi utama dalam membangun publikasi ilmiah yang berkualitas dan berkelanjutan. Di tengah tuntutan capaian institusi dan tekanan untuk tampil di panggung global, komitmen terhadap etika dan kualitas tetap harus menjadi arah utama. Kegiatan ini tidak hanya memperkaya wawasan tentang tantangan dan peluang dalam publikasi ilmiah, tetapi juga menguatkan semangat kolaboratif antara pemerintah dan akademisi dalam menjaga kepercayaan publik terhadap riset dan ilmu pengetahuan. Dengan terselenggaranya forum ini, PSPI Relawan Jurnal Indonesia berharap semakin banyak inisiatif serupa yang terus mendorong riset yang berdampak, berdaya saing, dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas.
RJI Berbagi, Giatkan Publikasi
Website: relawanjurnal.id
Tiktok: relawanjurnal.id
Instagram: relawanjurnal_id
Facebook: Relawan Jurnal Indonesia
YouTube: Channel RJI
WhatsApp: 08170240689
Twitter: relawanjurnalid
PSPI: pusatstudi_rji
Supervisi : supervisi_jurnal_rji
LSP : lsp_pie