Indeksasi, Haruskah Scopus?

Teori hegemoni yang digagas oleh Antonio Gramsci nyatanya terjadi juga pada dunia open journal atau jurnal elektronik. Di Indonesia misalnya, Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017 mewajibkan seorang profesor dan juga dosen dalam tiga tahun setidaknya menghasilkan satu karya ilmiah di jurnal internasional serta menulis satu buku. Dirjen Dikti menggunakan  Scopus sebagai acuan jurnal internasional bereputasi. Ketentuan tersebut menuai cukup banyak pro dan kontra mengingat Scopus memiliki standart yang cukup ketat dalam melakukan indeksasi.

Dalam kegiatan ToT Tata Kelola Jurnal Elektronik Tahun 2017 yang dilaksanakan pada Selasa, 18 Juli 2017, materi Indeksasi Jurnal dan Faktor Dampak yang dibawakan oleh Mochammad Tanzil Multazam menarik diskusi di antara peserta. Setidaknya delapan peserta antusias dalam mengajukan pertanyaan.

Salah satu kendala dalam pengajuan indeksing Scopus oleh para akademisi dan pengelola jurnal di Indonesia adalah masalah bahasa. Mereka dituntut untuk menerbitkan jurnalnya dalam bahasa Inggris. Mengenai hal ini, Tanzil memberikan penjelasan bahwa jika dicermati dalam persyaratan pengajuan indeksing Scopus, maka hanya abstrak saja yang diwajibkan penulisannya dalam bahasa Inggris. Permasalahan pada jurnal dari Indonesia ada pada citedness, dimana sumber daya yang dimiliki Scopus seperti geographical distribution editors yang mampu membaca jurnal dalam bahasa Indonesia masih terbatas. Berbeda dengan Malaysia, mereka memiliki  geographical distribution editors yang mampu menguasai bahasa Malaysia sehingga jurnal yang terindeks di Scopus adaah jurnal berbahasa Melayu.

Mematahkan hegemoni Scopus bisa jadi adalah harapan banyak akademisi dan para pengelola jurnal di Indonesia. Selama  pemerintah masih berpikir bahwa definisi jurnal internasional bereputasi harus terindeks oleh basis data Scopus, tampaknya masih cukup jauh perjuangan untuk melengserkan hegemoni Scopus ini. Meskipun demikian, wacana penyetaraan Jurnal Internasional Bereputasi membawa sedikit angin segar dalam indeksing jurnal internasional bereputasi. Syarat dari penyetaraan tersebut antara lain Jurnal Nasional Terakreditasi A, berbahasa PBB, dan terindeks DOAJ ber-green tick dan ber DOAJ SEAL.

Share:

On Key

Most Popular Posts

Integrasi AI dan Strategi Indeksasi Global

SAMARINDA – Relawan Jurnal Indonesia (RJI) kembali menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas pengelolaan jurnal di Indonesia dengan menggandeng Universitas Widya Gama Mahakam (UWGM) Samarinda. Mereka

Секса Видео

xxxx

Секса Видео

pornos

geiltubexxx

C99 Shell

xxx gou

xxxx

bfxxx

xxxwww

POSKOBETPOSTOTO787SUNDA787SUNDA787ASIABET777ASIABET777KAWAHTOTOKAWAHTOTOEMAS787EMAS787POSKOBETPOSKOBETPOSKOBET

PENGUMUMAN

Kebijakan Baru Brand dan Logo Relawan Jurnal Indonesia

Kami mengingatkan kepada seluruh pihak bahwa penggunaan logo Relawan Jurnal Indonesia (RJI) wajib mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Brand Guidelines . Penggunaan logo di luar ketentuan yang berlaku dapat mengakibatkan tindakan hukum atau sanksi dari pihak berwenang.

Relawan Jurnal Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala tindakan atau kebijakan yang diambil oleh jurnal atau organisasi yang menggunakan logo kami tanpa izin atau di luar ketentuan yang berlaku. Untuk melihat daftar organisasi resmi yang bekerjasama dengan RJI, Anda dapat mengunjungi laman berikut Organisasi Resmi